Our Feeds

Minggu, 26 Juni 2016

Sulitnya Menjadi Anak Muda di Banten Hari Ini




Anak muda selalu saya andaikan sebagai seorang yang masih punya banyak kesempatan, kulit kencang, rambut hitam, sorot mata tajam, punya idealism, punya cara pandang jernih, terhadap persoalan, semangat membara, dan tentu saja penuh optimism menghadapi hidup. Itulah rumusan serampangan, setidaknya yang hidup dalam benak saya ketika berhadapan dengan kata “muda” tadi.

Dalam pada itu, anak muda adalah tangan yang gemetar meraba masa depan yang belum pasti diterima, dalam kegamangan figure dan idola. Sebagian lagi tenggelam dalam jarum suntik dan penggunaan narkotika. Sementara yang masih berseragam sering juga terlibat pada kemarahan kolektif-kadang tidak jelas sebabnya baku hantam, ayun celurit dijalan raya.

Potret lain anak muda hari ini dilayar kaca adalah anak-anak kamu menengah atas yang hobi ngebut di jalan raya dengan motor gede yang dibeli dengan duit orang tua. Seringkali sedih oleh asmara segitiga dan sebagainya, dan seterusnya. Sebagian lagi, anak muda turun ke kampong-kampung mengajar di pulau-pulau terluar, lokasi-lokasi terdalam dan kampong-kampung terpencil. Satu dua tahun mereka mengabdi dan berbagi ilmu untuk anak anak bangsa yang jauh akses pendidikan.
Sungguh warna-warni potret anak muda dikepala saya. Barangkali potret anak muda tadi ada juga dikepala sebagian hadirin sekalian.

Berbicara mengenai perkembangan kebudayaan di Banten, bagi saya selalu terkait dengan proses, dan proses tersebut selalu setali tiga yang dengan regenerasi, dan regenerasi tidak bisa begitu saja terlepas dari soal pemuda sebagai ahli waris yang sah kebudayaan tersebut.

Saya akan singgung sedikit disini, kebudayaan sendiri dalam pengetahuan saya merupakan nomina yang merujuk dari bahasa Sansekerta yaitu Buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari Buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Sedangkan kebudayaan merupakan hasil kegiatan dari olah batin (akal budi) manusia. Saya menyebut “olah batin” ini sejurus dengan dengan bahasa inggris yang menyebut kebudayaan sebagai culture, yang asal katanya berasal dari kata latin, colere, yaitu “mengolah” atau membalik tanah. Bisa diartikan juga sebagai bertani.

Maka kebudayaan oleh para ahli sering ditempatkan pada hasil kegiatan dan penciptaan batin manusia yang tampak dalam system kepercayaan, bahasa, kesenian, dan adat istiadat. Kebudayaan dalam pada itu, juga disebut sebagai keseluruhan perangkat pengetahuan manusia sebagai makhluk social untuk memahami lingkungannya.

Definisi kebudayaan ini tentu membuat kaum agamawan kita saat ini kecut, sebab posisi manusia diletakkan sebagai pusat (antroposentrins) dari aktivitas lahirnya sebuah kepercayaan. Bahwa agama merupakan produk olah batin manusia karena manusia membutuhkan sandaran dan perlingdungan dari alam yang seringkali tidak bisa sepenuhnya ditundukkan. Dari situ maka manusia membutuhkan agama dan menciptakan dari imajinasinya tentang yang kuat dan yang kekal.

Banyak tulisan yang sudah kit abaca menuliskan bahwa dalam perjalanannya, kebudayaan di Banten mengalami beberapa fase mulai dari masa Hindu-Budha hingga masa islam masuk dan menjadi agama yang banyak dianut sebagian besar penduduknya. Para arkeolog seringkali punya kesimpulan bahwa Banten punya cantelan dengan kebudayaan masyarakat pra sejarah melalui benda-benda kuno yang ditemukan disejumlah tempat di Banten. Ada juga yang membuat Banten memiliki kerajaan tertua yang sering disebut-sebut dengan Salakanagara atau Negeri Perak (130 M).

Rentang tugas yang jauh ke masa silam tersebut menunjukkan bagaimana Banten masuk fase masa kesultanan di awal abad ke-17. Tidak berhenti disitu sejarah terus berlanjut dari Banten masa kesultanan hingga Banten menjadi provinsi dibawah naungan NKRI. Bukankah ini butuh pemaparan yang panjang dan saya tidak yakin pemahaman saya mumpuni untuk menjeleaskan kepada para hadirin sekalian.

Saya tidak akan membawa saudara-saudara tenggelam di masa silam. Sebab kita hidup hari ini. Dan berbicara keberlangsungan kebudayaan hari ini, kita bisa menakarnya melalui pencapaian-pencapaian anak muda di dalamnya. Apakah Banten hari ini punya remaja usia 15 tahun yang berangkat mengaji dan menunaikan haji ditanah suci? Adakah juga seorang remaja terpanggil mengikuti remaja 13 tahun bernama Husein Jayadiningrat dari Kramatwatu Serang, berangkat ke Leiden menimba ilmu?

Kelak keduanya diakui dunia sebagai ilmuan tersohor yang karya-karyanya menjadi referensi para cerdik cendekia, tidak hanya Banten tapi seluruh dunia. Tidak sepenuhnya tepat memang jika membandingkan pemuda di Banten dengan era kedua maestro sebelumnya. Menjadi pemuda di Banten hari ini merupakan hal yang sulit dan punya banyak tantangan. Banyaknya tantangan tersebut hingga membuat pemuda di Banten ada yang lolos tapi banyak juga yang frustasi.

Menjadi pemuda Banten hari ini harus tangkas menghindar jerat pasar narkoba dikirim dari Malaysia melalui jalur Selat Sunda. Menjadi Pemuda di Banten harus tabah dihadapan rayuan tindak asusila. Menjadi pemuda di Banten harus rela memalingkan mata dari tontonan film porno ynag bisa diakses setiap saat dari ponsel pintar yang kelewat pintar. Menjadi pemuda di Banten harus merih ditengah serbuan diskon iklan yang terpampang di tiap pojok etalase kaca. Menjadi pemuda di Banten harus peka ketika hanya dibandrol dalam agenda politik praktis yang sementara. Menjadi pemuda di Banten harus rela ketika penampilannya tidak senecis pemuda-pemuda Kota Jakarta yang saban hari tayang dilayar kaca.

Menjadi Pemuda di Banten harus sabar menghadapi buku berjam-jam lamanya hanya untuk mendapatkan sepotong kata. Menjadi Pemuda di Banten harus bekerja nyata disaat yang lain sibuk dengan upaya mengejar citra. Menjadi Pemuda di Banten harus berani ketika yang lain membebek diruang antre jam tayang telenovela. Menjadi Pemuda di Banten harus punya karya nyata di saat  yang lain hanya bisa netek di ketiak orang tua. Alangkah sulitnya menjadi pemuda di Banten.

Penulis: Wahyu Arya, Penerima Penghargaan Banten Muda Award 2013
Sumber: Parade Orasi, Banten Muda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar